tanya dewa

tanya dewa

Kamis, 20 Oktober 2011

pengolaha tinja menjadi daging






Mitsuyuki Ikeda, ilmuwan asal Okayama Laboratory, melakukan penelitian terhadap kotoran manusia yang banyak mengendap di saluran bawah tanah di Tokyo, Jepang. Ternyata, lumpur kotoran itu mengandung 63 persen protein, 25 persen karbohidrat, 3 persen vitamin yang larut dalam lemak, serta 9 persen mineral.

Pemerintah Tokyo sendiri tengah kewalahan dalam menghadapi banyaknya kotoran-kotoran tersebut. Untuk itu, Ikeda mencari cara lain untuk mengolah kotoran tersebut, daripada harus dibuang ke laut.

Akhirnya Ikeda menemukan cara untuk mengolah kotoran manusia untuk dijadikan sebagai daging sintetis. Dari uji coba yang dilakukan, mereka yang telah mengonsumsi ‘daging’ dari kotoran manusia itu menyebutkan, rasanya seperti daging sapi.

Mitsuyuki Ikeda, ilmuwan asal Okayama Laboratory yakin bahwa banyak protein bagus di dalam kotoran manusia yang bisa dimanfaatkan. Untuk itu, ia mencari cara untuk mengekstraknya, mencampurnya dengan saus steak, dan berhasil membuat kotoran itu menjadi makanan.

Orang mungkin bertanya-tanya apa alasannya melakukan hal itu. Tetapi ternyata, alasan utamanya adalah permintaan dari pemerintah Tokyo sendiri.

Sebagai informasi, Tokyo saat ini kewalahan dengan lumpur selokan bawah tanah, dan satu-satunya cara untuk mengatasinya selain dengan membuang ke laut adalah dengan memakan ‘kotoran-kotoran’ tersebut.

Saat diteliti, Ikeda mendapati bahwa lumpur itu penuh dengan protein karena banyaknya konten bakteria di sana. Setelah dikombinasikan dengan peningkat reaksi dan menempatkannya di mesin ajaib yang disebut ‘exploder’, akhirnya steak buatan berhasil dibuat.

Lumpur kotoran itu mengandung 63 persen protein, 25 persen karbohidrat, 3 persen vitamin yang larut dalam lemak, serta 9 persen mineral. Adapun steak buatan yang dihasilkan pun warnanya juga merah, jadi konsumen tidak akan mengetahui bahwa yang akan ia makan merupakan tinja olahan.

“Dari uji pertama, orang-orang yang sudah mencobanya menyebutkan, rasanya seperti daging sapi,” sebut Ikeda, seperti dikutip dari Digital Trends, 20 Juni 2011.

Menurut Ikeda dan rekan-rekannya, cara ini merupakan solusi sempurna untuk mengurangi jumlah limbah dan emisi dari perut. Namun sayangnya, masih ada kekurangan dari solusi yang ditawarkan Ikeda. Biaya untuk memproduksi ‘Daging’ buatan itu 10 sampai 20 kali lebih mahal dibandingkan dengan harga daging sapi sungguhan.

2 komentar:

Wanda Sibarani mengatakan...

bukannya tinja itu tai yah? Pengolahan tinja jadi makanan kali. Tapi kalo warnanya coklat gimana caranya narik perhatian si konsumen?

Unknown mengatakan...

tinja adalah bahasa sopan untuk tai

Posting Komentar